Friday, July 2, 2010

Rezeki: Nikmat & Derita

Apa yang terlintas di benak banyak orang ketika saya menyebutkan satu kata: REZEKI? Mungkin hampir semua orang menilai sebuah rezeki adalah sesuatu yang bersifat menyenangkan, membanggakan dan mampu memuaskan nafsu duniawi. Yang sering dianggap sebagai rezeki adalah harta, tahta dan hal-hal lainnya yang menyilaukan mata kita di dunia.

Dalam menempuh pendidikan di Universitas Kehidupan yang sedang saya jalani sekarang, saya sedang mempelajari materi tentang apa sih sebenarnya Rezeki itu? Apakah benar rezeki itu hanya berhubungan dengan hal-hal yang menyenangkan? Disaat kita bersyukur kepada Sang Pencipta, biasanya kita baru akan ingat mengucap rasa syukur dengan melafaskan "Alhamdulillah..." saat kita mendapat kesenangan; seperti dapat uang lebih, naik jabatan, dapat hadiah dan lain sebagainya yang menurut manusia enak. Tapi disaat kita dilanda musibah atau mendapatkan kesulitan, kata "Alhamdulillah" pasti tidak akan terucap baik di hati apalagi di bibir kita.

Suatu hari dalam perjalanan saya menuju ke suatu tempat, saya duduk di kursi supir mobil saya dan termenung karena kondisi jalan yang macet dan tidak bergerak sama sekali. Tak lama kemudian smartphone saya berbunyi, tanda saya mendapat pesan lewat layanan messenger di smartphone saya. Ketika saya buka dan setelah saya baca isi pesan itu, rasanya saya seperti ditonjok di siang hari yang panas terik dan tidak bisa membalas nonjok karena tangan saya diikat.

Isi pesannya sedikit panjang, tapi menurut saya mempunyai arti yang sangat dalam:

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,

Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya,
Mengapa Dia meitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus aku lakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?

Ketika diminta kembali,
aku sebut itu sebagai musibah,
aku sebut itu sebagai ujian,
aku sebut itu sebagai petaka,
aku sebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ktika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobi,
ingin lebih banyak rumah,
ingin lebih banyak popularitas,
dan aku akan menolak sakit
dan aku akan menolak kemiskinan.

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadlian dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika:
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dari aku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku",
dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai keinginanku.

Gusti,
padahal tiap hari aku ucapkan,
hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah...
"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja".
(WS Rendra)


Dalam ketermenungan saya, otak saya seolah berputar dan hati saya berbicara, bahwa sesungguhnya apa yang kita sebut dengan "derita" bukanlah selalu bencana buat kita. Dan sebaliknya, apa yang kita sebut dengan "nikmat" bukanlah selalu yang baik buat kita. Nikmat dan derita yang kita alami dalam hidup ini, adalah rezeki yang patut disyukuri. Tinggal bagaimana kita sebagai manusia menilai bentuk dan melihat nikmat dan derita yang kita alami lebih dalam lagi.

Tuesday, June 29, 2010

Maafkan dan Lupakan

Rasanya seperti melayang, berjalan sempoyongan di tepi pantai. Membiarkan pecahan ombak menerpa kaki-kaki lemah saya seraya membasuh sisa-sisa butiran pasir yang menempel di sana. Mata saya cermat mengamati buih-buih ombak yang merambat menepi di bibir pantai, saat itu saya menengok ke belakang dan mendapati jejak kaki saya di pasir hilang tersapu, menyatu kembali menjadi dataran pasir yang rata bagai tanpa cela.

Bagaikan orang yang terlukai hatinya, ingin rasanya saya menulis di atas pasir "KAMU MENYAKITI HATI SAYA ... SAKIT SEKALI". Sambil berjalan di pinggir pantai ditemani tiupan angin pantai yang membawa aroma air laut. Tepian pantai yang tidak tampak dimana ujungnya bagaikan sebuah lorong waktu yang entah kapan berhenti dan selesai, hanya Allah yang tahu.

Karena kebesaran Allah SWT saya masih bisa berjalan dan menikmati apa yang sedang saya alami. Biasanya orang yang tersakiti hatinya terpuruk bagaikan tercebur dan tenggelam di tengah lautan tanpa keahlian berenang untuk menyelamatkan diri. Walaupun saya tidak begitu lihai berenang, tapi dengan segala keterbatasan saya, saya mencoba mengangkat diri saya naik ke permukaan demi sebuah udara untuk bernafas dan bertahan.

Allah Maha Adil, ya! Saya percaya itu. Beliau telah menunjukkannya kepada saya. Ternyata Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang lemah terpuruk dan terus tersakiti. Allah mengirimkan dia kembali pada saya untuk menyelamatkan saya dari keterpurukan. Allah Maha Besar.

Justru yang menyakiti, dia juga lah yang menyembuhkan. Tangan yang tadinya begitu keras memukul saya, tangan itu juga yang menganggkat saya ke permukaan supaya saya tidak tenggelam. Lengan yang tadinya begitu dingin mencampakkan saya, lengan itu juga lah yang merengkuh saya dalam dekapan hangat yang mampu menghilangkan rasa takut saya: takut akan kehilangan.

Sekarang dia dengan tangannya menggandeng tangan saya yang lemah membimbing dan membantu saya melawan rasa takut yang saya hadapi. Kali ini saya ingin terus memegang erat tangannya seraya menulis di batu "KAMU MENYEMBUHKAN LUKA HATI SAYA"

Ketika seorang melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin.

Bagaikan berjalan di tepian pantai, membiarkan pecahan ombak menerpa kaki-kaki lemah saya seraya membasuh sisa-sisa butiran pasir yang menempel di sana. Menyusuri tepian pantai yang tidak tampak dimana ujungnya bagaikan sebuah lorong waktu, berjalan maju terus ke depan bagaikan berjalan menatap masa depan dan saat kita menengok ke belakang, kita melihat masa lalu yang penuh jejak suka dan luka. Membiarkan ombak menghapus jejak kita di pasir yang telah kita lewati dan membuat dataran pasir menjadi kembali rata bagai tanpa cela. Sama halnya dengan membiarkan yang terjadi di masa lalu dan melupakannya.

Dalam masa pembelajaran saya di Universitas Kehidupan kali ini, saya sedang mendalami sebuah mata pelajaran "MAAFKAN DAN LUPAKAN". Dan saya berjanji pada diri saya sendiri, saya harus lulus dan melewati mata pelajaran yang sulit ini dengan cukup baik. Saya tidak akan memaksakan diri mendapatkan nilai 'baik', 'cukup baik' saja rasanya sudah cukup ... untuk saat ini ...

Tuesday, June 15, 2010

This Is What Kind Of Wolrd I'm Living On

Today, I had a what I can say a quality chat with my bestest. The topic was about forgive, forget then move on with sincere heart.


At one point I typed to her: What The Hell Is World I'm Living On? but then I answered my own question ... well I can describe my world that I'm living on at the moment just with this phrase A UNIVERSITY OF LIFE.

I'm doing my life as if Im doing my second, third or even higher degree in university God has created. As a good student, I am willing to pass all of the subjects in course I'm taking, which is LIFE. Subjects that I have to do in this course are Trust, Forgiving, Sincerity, Love, Giving and many more. Trust me, it's not easy to pass those subjects when it includes assignmnets with high difficulties also takes time to do all the hard assignments.

At the moment, I'm learning a very basic subject which is Basic Knowledge Of Giving. In this subject I have to learn how to give without ask anything in return. This is probably not that hard, I can do it well enough.

Other subject that I have to take is Basic Knowledge Of Forgiving. Now, I found it quite hard to just pass this subject. Even harder for me when I have to give forgiveness after betrayal. This is what I call a very hard assignment. But I'm still working on it with a little help from a dictionary called: TIME. I will let the time heals what I have suffered from.

I never been an A straight student ... never !!! But, even I'll pas this subject without an A grade, but I'm sure I'll pass this subject well enough....

And ... yeah ... thats pretty much what world I'm living on that I can describe so far.

Shalawat Nur

Allahumma shalii ala nuril anwar wa sirrill ashar wa tiryaqil aghyar wa miftahi babil yasari saydina wa maulana Muhammadinil mukhtar wa alihil athhr wa ashabihil akhyar 'adada ni'amillah wa ifdhalih

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada cahaya dari segala cahaya ... rahasia dari semua rahasia dan yang menyinari semua kebingungan serta kuncinya pintu kemudahan yaitu junjungan Nabi Muhammad SAW yang terpilih dan kepada keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang terpilih sebanyak bilangan nikmat dan anugrah-Nya

Tuesday, June 30, 2009

Restu Ibunda Tercinta


Dari kecil pasti kita sudah diajari sebuah jargon yang akan menempel di otak kita tentang hebatnya seorang Ibu. Surga Ada Di Telapak Kaki Ibu, begitulah bunyinya. Minggu-minggu terakhir ini, kalimat itu kembali terngiang-ngiang di telinga saya. Dan kalimat itu juga yang memberi inspirasi untuk saya dalam menjalani kehidupan saya belakangan ini. Selain itu, kalimat sakti itu jugalah yang saya jadikan inspirasi untuk menjawab pertanyaan dari seorang teman yang curcol alias curhat colongan sama saya beberapa hari lalu.


"Aku sampai bilang ke Ibuku kalo aku ini udah pingin nikah..." celetuk salah seorang teman dekat saya yang menjadikan kalimat tadi sebagai pembuka sesi curhat via YM beberapa hari yang lalu. Saya sendiri heran, teman saya ini sudah sering bilang bahwa dia ingin menikah secepatnya. Menanggapi ucapan teman saya itu, saya hanya bisa menghadiahi dia icon tersenyum yang tersedia dalam list smileys Yahoo Messenger.

Laki-laki yang sudah menjadi teman dekat saya selama kurang lebih 3 tahun ini berprofesi sebagai pengabdi bangsa yang berkiprah di bidang pendidikan, jomblo bahagia dan ingin segera menikah. Lucunya, setiap saya tanya apakah dia sudah punya pacar atau paling tidak teman dekat perempuan, jawabannya selalu: BELUM. Itulah yang membuat saya selalu tertawa dibuatnya. Gimana mau cepet-cepet nikah kalau teman perempuan yang dekat saja dia belum punya hahahaha.

Eh tapi jangan salah, saya selalu punya persepsi bahwa teman saya ini adalah playboy sejati. Bukannya dia BELUM punya teman perempuan yang dekat, tapi dia punya terlalu banyak teman perempuan yang rajin ditelponi dan dirayu setiap malam ahahahaha, dasar laki-laki! Jujur saja, saya yang terlanjur mengenal dia dengan karakter sebagai pencinta wanita jadi suka sebal sendiri mendengar keluhan-keluhannya seputar kehidupan asmaranya.

Teringatlah saya akan petuah bijak adik Ibunda saya yang menceramahi saya beberapa waktu lalu tentang pernikahan. "Ayo dong, kamu tuh udah saatnya nikah lho, umurmu kan udah 26 tahun, mau nikah umur berapa kamu?" begitulah kalimat si tante yang membuat saya diam seribu bahasa. Mungkin si tante melihat kebimbangan di wajah saya, lalu beliau mengajarkan saya beberapa jurus jitu untuk memantapkan hati agar segera beranjak ke pelaminan.

Sederhana sih sarannya, si tante menyarankan saya untuk menyuarakan isi hati saya kepada Ibunda tercinta,

"Bunda, saya minta doanya
supaya saya diberikan Allah jodoh
yang tidak hanya semata-mata sayang sama saya,
tapi juga siapa pun yang berjodoh dengan saya
haruslah sayang sama Bunda, Ayah dan Mas."


Lalu sebagai penutup saya juga disarankan untuk meminta segelas air putih yang sudah mendapat "restu" dari Ibunda. Menurut si tante, jika saya meminum air putih yang sudah terisi dengan doa dan restu dari Ibunda tercinta, niscaya jalan menuju kemantapan hati itu akan terbuka.

Setelah saya renungkan, mungkin bukan karena air putihnya, tetapi karena doa dari Ibunda yang tulus dan ikhlas (kapan sih seorang ibu tidak mendoakan anaknya dengan tulus dan ikhlas? Makanya kita selalu diajari jargon yang menyebutkan bahwa surga ada di telapak kaki ibu :D) yang menjadi batu loncatan agar doa saya di dengar Allah. Saya sendiri percaya sekali bahwa doa Ibu adalah doa yang paling luar biasa sakti. Dengan doa dari Bunda dan ridho Allah SWT Insya Allah saya diberi kemudahan untuk memantapkan hati menuju pernikahan.

Berdasarkan pengalaman yang saya dapat minggu lalu, saya menjawab keluhan teman saya tadi dengan hal sama yang diajarkan adik Bunda saya. Bagian yang lucu adalah, disaat saya menanggapi curhatan teman saya itu, saya seolah-olah menjadi orang yang paling sok tau sedunia hahahaha. Padahal dalam kenyataannya saya sendiri belum mempraktekkan apa yang disarankan si tante. Tapi nggak apa-apalah, niat saya kan membantu teman ...

Hebatnya, sehabis saya berbicara panjang lebar dengan teman saya tentang saran-saran tadi, teman saya pun terdiam seribu bahasa. Nggak jauh beda dengan sikap saya setelah di ceramahi si tante hehehehe. Saya membayangkan, mungkin dia di sana sedang berpikir keras, bagaimana caranya melakukan saran yang saya fotocopy dari tante saya tadi. Dan kesimpulan yang saya dapat saat ini, mungkin saja teman saya itu sekarang melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan. Dia akan dengan sok taunya memberikan saran yang kepada orang lain tanpa dia mempraktekan saran itu pada dirinya sendiri. *wink*

Friday, June 26, 2009

Hadiah Pagi Hari


Hari ini saya nggak berhenti berterima kasih kepada Sang Maha Kuasa. Hari ini saya disadarkan bahwa masih banyak orang baik yang dengan suka rela berbagi doa dan mendoakan sesamanya.

Suara alarm melengking dari handphone saya sukses membuat mata saya terbelalak kanget dan melompat bangun dari tidur saya yang sebenernya nggak nyenyak-nyenyak amat. 06.15, angka itu terpampang dengan sombongnya di layar handphone saya, seolah-olah ingin meledek dan bilang, "Woooiii banguuunnn udah siaang nih." Antara malas dan tapi harus, saya bangun dan hendak bersiap-siap menyambut dinginnya air di pagi hari.

Sambil menyambar handuk warna merah marun yang tergantung di pintu lemari pakaian, saya melangkahkan kaki ke kamar mandi. Langkah saya terhenti sejenak setelah mendengar dering notification Yahoo Messenger. Yang menghentikan langkah saya bukan hanya suara deringnya yang sebenarnya lama-lama bikin geli karena suara dering itu rada ganggu telinga saya, tetapi kaki saya secara otomatis seperti diperintahkan untuk berhenti dan bokong saya juga diperintahkan untuk duduk oleh otak saya setelah membaca isi pesan pada layar YM di smart phone saya.

Menurut saya, kalimat yang tertera di layar YM itu nggak istimewa-istimewa banget. Cenderung sederhana. Pengirimnya pun juga bukan orang yang spesial, Si sender adalah teman semasa saya masih berseragam putih-biru. Dia juga bukan teman dekat. Namanya ada dalam list kontak saya, ya karena semata-mata dia teman satu sekolah dulu. Saya dapat alamat e-mailnya juga karena pada saat reuni satu angkatan, kita semua saling bertukar nomer handphone dan alamat email.

" Kisah wanita yang meminta doa kepada Tuhan:
Bahwa wanita yang membaca ini adalah wanita yang cantik, kuat, sabar dan saya menyayanginya. Tolong dan tingkatkan kehidupannya. Begitupun jika ia melangkah, selamatkan dia. Amien ...
(just a little prayer for you my friend)
enjoy ... "


Untuk beberapa saat saya terdiam sejenak, termenung menatap layar smart phone yang ada di genggaman saya. Subhanallah ... Ya Allah, masih ada orang baik yang mau berbagi dan mendoakan sesamanya ... tanpa berharap balasan apapuun. Saya pun dengan senang hati meng - amin - i doa singkat dari teman saya itu. Dan saya juga mendoakan siapapun yang dengan ikhlas berbagi dan mendoakan sesamanya ... semoga Allah memberi balasan beribu-ribu kali lipat atas kebaikan hati hambaNya yang senantiasa berdoa dan mendoakan sesama. Amin amin Amin Ya Rabbalalamin ...


Thursday, June 11, 2009

unspeakable memory

What greater thing is there for two human souls than to feel that they are joined ...
to strengthen each other ...
to be at one with each other in silent unspeakable memories.






... and the man said ...

When I wrap my hands around her waist
And I'm caught up in that pretty face
She's standing up on tiptoes
Just to kiss me in the sun



Sunday, June 7, 2009

If Only ...

I'm lying on my bed, covered up with my comfortable blanket ... But this feeling is somehow empty ...



Among the emptiness I feel, many thoughts are flying around in my head.

"If I could be anything ... What would I be?"

If I could be anything, I would beg down on your knees to choose to be your tears ...
As I am being your tears ... Then I would be born in your eyes ... I would live down on your cheeks ... And I would end up dead on your lips by hundreds and so many sweet kisses ...

And that's what I'd love to be if only I could choose to be anything ...

If only ...

Friday, June 5, 2009

Satu Tahun ... Satu Bulan ... Satu Hari ...


If I'm not mistaken, almost 7 years ago I left you in your deep sleep in my room in my apartment because I had to fly back to Indonesia ... I never knew if that day was the last day I saw you ...



"Satu tahun ... satu bulan ... satu hari ..." Kalimat itu yang dari tadi siang berputar-putar di kepala saya. Hari ini, tepat satu tahun, satu bulan, satu hari, saya kehilangan sahabat saya. Gadis cantik blasteran Indonesia dan Australia yang pergi terlalu muda meninggalkan dunia fana beserta isinya yang pastinya akan selalu ingat dan merindukannya.

Kabar tak mengenakkan itu saya dapat melalui pesawat telepon bulan mei tahun 2008. Leanne, begitu Ia kerap disapa, meninggal dunia dalam kecelakaan mobil saat Ia pulang kerja di negara Kangguru, Australia. Kaki saya lemas begitu mendengar Ibunda saya menyampaikan berita duka itu. Kesedihan saya tidak bisa digambarkan dengan apapun. Tidak hanya sedih, saya pun menyesal, menyesal karena saya tidak bisa menghadiri pemakamannya, karena terlalu jauh. Saya di Indonesia, sedangkan Leanne dimakamkan di Australia.

Segera setelah mendengar berita tersebut, saya log in ke dalam situs jejaring bertajuk Facebook, dan mencari nama Leanne Montgomery di friends list saya. Begitu saya klik namanya, saya masuk ke halaman profilnya, melelehlah air mata saya. Saya menatap foto-foto cerianya. Saya tidak menyangka Leanne akan pergi begitu cepat. Dia masih muda, berbakat dan juga menjadi favorit teman-temannya karena memang dia memiliki personality yang menyenangkan.

Tiba-tiba, tanpa saya minta, otak saya pun me-rewind kejadian-kejadian yang sudah saya lewati bersamanya. Dua setengah tahun saat kami masih menjadi siswa dan anggota asrama putri Monivae College di Hamilton, Victoria (negara bagian selatan Australia), adalah saat-saat di mana kami dekat layaknya kakak beradik. Pada saat itu, hanya kami bertiga (plus kakak saya) yang merupakan foreign student (siswa yang berasal dari negara lain) di kota Hamilton. Saya dan Leanne banyak menghabiskan waktu bersama, bahkan sampai setelah kami lulus high school pun, kami masih sering bersama.

Malam itu (saya lupa tepatnya tanggal berapa), kira-kira 7 tahun yang lalu. Leanne mengetuk pintu apartemen saya. Dia basah kuyup dan menggigil, karena memang saat itu sedang musim dingin dan hujan turun luar biasa derasnya. Malam itu Leanne menghabiskan waktunya di apartemen saya, bercerita ... bercerita ... dan bercerita. Malam yang penuh dengan tawa dan canda itu harus diakhiri dengan bed time story karena pagi-pagi sekali, saya sudah harus berada di airport. Saya hendak pulang ke Indonesia dalam rangka liburan. Di pagi harinya, saya melihat Leanne masih nyenyak tidur di balik selimut saya yang tebal. Saya hanya berpamitan biasa sambil memberikan sun pipi di kedua pipinya.

Sekembalinya saya ke Australia, saya melihat ada secarik kertas yang duduk manis di atas tempat tidur saya bertuliskan "Thank you for having me and letting me stay on your very comfortable bed. Love: Leanne"

...

...

...

Hari ini, saya duduk di depan laptop saya, mengenang kembali detik-detik terakhir saya memberikan sun di kedua pipi Leanne. I swear to God, I never knew that day would be the last day I saw you,Leanne ... and Yes!! Of course I would love to have you and let you stay comfortably in my heart, forever ...

To live in hearts we leave behind is not to die, Rest In Peace, beautiful one. You are definitely a very good friend but gone too soon...

"You're in the arms of the angel May you find some comfort there"


Mahkota Itu Tidak Akan Pernah Rusak


Kebanyakan perempuan pasti sedikit ribet sama urusan rambut. Karena rambut selalu diidentikkan dengan mahkota.



Kebanyakan perempuan pasti sedikit ribet sama urusan rambut. Karena rambut selalu diidentikkan dengan mahkota. sebuah mahkota berharga bagi para kaum hawa. Nggak heran kalo makin hari makin banyak bisnis salon yang menawarkan layanan perawatan rambut berkembang pesat. Para pelaku bisnis salon semakin semangat melakukan ekspansi bisnisnya, karena setiap hari, bisa dikatakan 5 dari 10 perempuan pasti pergi ke salon untuk perawatan rambut. Lalu, apa jadinya kalau tiba-tiba rambut itu harus ditutup dan disembunyikan dibalik sehelai kain yang dikenal dengan sebutan jilbab? Ketakutan akan rusaknya rambut akibat berjilbab kerap kali terjadi; seperti takut rontok lah, terjadi kebotakan lah, ketombean lah, pokoknya banyak alasan ketakutan lainnya yang berhubungan dengan rambut.

Saya salah satunya yang pernah ... sekali lagi saya bilang; pernah ... mengalami ketakutan seperti itu. Saya takut kalau nantinya rambut saya rontok, kusam dan terlebih saya takut mengalami kebotakan sebelum waktunya. Sejujurnya saya pun dulunya kalau bisa dikatan termasuk salah satu kategori perempuan banci salon. Dalam satu bulan, saya selalu menyempatkan diri mampir ke salon tiga kali. Mulai dari creambath, hair mask, sampai terkadang hanya khusus untuk cuci blow, karena saking panjang dan tebalnya rambut saya, jadi suka malas keramas sendiri hehehehe ... Keterlaluan ya? Saya akui ... memang !!!

Bulan Desember 2008 adalah bulan di mana saya secara mukzizat mendapat pencerahan untuk berubah. Di bulan Desember itulah saya memutuskan untuk mulai menutup rambut saya dengan jilbab. Herannya setelah hati memantapkan untuk mulai berjilbab, ketakutan akan rusaknya mahkota terindah yang saya miliki itu tidak pernah muncul dan Alhamdulillah tidak pernah terjadi sama sekali. Padahal Ibunda saya awal-awalnya sering memberi warning perihal kerontokan rambut, karena entah kenapa Beliau mengalami hal tersebut.

Setelah saya konsultasi kesana kemari, saya mengerti kenapa rambut bisa rontok diawal-awal berjilbab. Sebenernya simple aja, kerusakan rambut bisa terjadi karena kesalahan cara memakai jilbab itu sendiri. Bisa jadi karena memakai jilbabnya terlalu ketat atau kencang. Padahal kain yang digunakan untuk menutupi rambut itu tidak perlu diikat erat, seerat memasang gembok pagar. Jilbab yang dipakai terlalu ketat ternyata nggak hanya menyebabkan kerusakan rambut, tetapi juga akan menyebabkan sakit kepala (pusing) yang luar biasa. Karena pada dasarnya kepala dan kulit kepala butuh oksigen, nah kalau jilbab dipasang terlalu ketat maka asupan oksigen akan berkurang, hal itulah yang menyebabkan ketidaknyamanan pada kepala dan rambut.

Hal yang paling krusial dalam hal ini adalah berkaitan erat dengan kebersihan rambut tentunya. Bukan berarti karena rambut sudah tertutup dan tidak lagi diperuntukkan untuk konsumsi publik, kebersihannya jadi terbengkalai. Harus lebih sering keramas. Untuk ukuran saya yang tadinya ... sekali lagi saya tekankan ... tadinya ... agak sedikit malas keramas jadi harus lebih rajin dan sering keramas. Tentuya dengan pilihan shampo yang cucok sama jenis rambut dong ...

Di balik itu semua, saya lebih senang mengambil nilai positifnya aja. Kalau Allah sudah mempercayakan saya untuk berjilbab, maka hendaknya saya juga nggak boleh memelihara ketakutan-ketakutan tanpa alasan seperti yang saya ceritakan di atas. Saya pun sudah mendapatkan bukti nyata bahwa sebenernya saya nggak perlu takut mahkota saya jadi rusak, karena Allah akan senaniasa mengganti keindahan mahkota yang saya miliki beribu-ribu kali lipat. Hijab will not make you look ugly but once you've decided to put the hijab on, you will get all beautiful things in return ...

Dan satu lagi, saya sekarang sudah bukan lagi banci salon .... *wink*